Membalas Kebaikan Orang Lain Dalam hubungan pertemanan seringkali kita memiliki rasa hutang budi akan kebaikan yang orang lain telah lakukan kepada kita.
Walaupun sebagai manusia sudah seharusnya kita saling tolong menolong, saling membantu dan saling memberi.
Terkadang kita berada di posisi orang yang menolong, tetapi terkadang kita juga dalam posisi orang yang ditolong.
Saat ditolong atau diberi sesuatu oleh orang lain, sudah seharusnya kita selalu mengingat kebaikan orang tersebut. Jangan pernah melupakan kebaikan orang lain, itu prinsip yang harus kita pegang.
Berterima kasih atas pemberian orang lain adalah perangai terpuji yang hendaklah menghiasi diri setiap muslim.
Allah subhanahu wa ta’ala berfirman,
“Tidak ada balasan untuk kebaikan kecuali kebaikan (pula).” (ar-Rahman: 60)
Wujud membalas kebaikan orang sangatlah beragam. Tentu saja, setiap orang akan membalas sesuai dengan keadaan dan kemampuannya.
Jika seseorang membalas dengan yang sepadan atau lebih baik, inilah yang diharapkan. Jika tidak, ia bisa memuji si pemberi di hadapan orang lain atau mendoakan kebaikan dan memintakan ampunan baginya. Semua ini merupakan wujud membalas kebaikan orang lain.
Dalam kajian tasawuf, ada dua hal yang mesti kita ingat. Yaitu, kebaikan orang lain kepada kita, dan keburukan kita kepada orang lain.
Dengan mengingat kebaikan orang lain terhadap kita, membuat kita senantiasa bersyukur kepada Allah dan berterima kasih kepada orang tersebut. Kita pun termotivasi untuk memberi kebaikan pula terhadapnya, meskipun ia tidak pernah mengharapkannya.
Namun, ada dua hal juga yang harus kita lupakan. Yaitu, kebaikan diri kita terhadap orang lain, dan keburukan orang lain kepada kita.
Dengan mengingat keburukan kita kepada orang lain, maka kita senantiasa ingat untuk bertobat dan meminta maaf kepada yang bersangkutan. Dan, kita pun termotivasi untuk terus memperbaiki sikap kepada orang lain.