Mawas Diri

Mawas Diri
banner 120x600

Mawas Diri “Dan janganlah kamu seperti orang-orang yang lupa kepada Allah, lalu Allah menjadikan mereka lupa kepada diri mereka sendiri. Mereka itulah orang-orang yang fasik” (QS Alhasyr [59]: 19).

Setiap orang pasti menginginkan keselamatan dan kebahagiaan di akhirat kelak. Untuk itu, Allah SWT mengingatkan manusia untuk muhasabah.

Inti muhasabah adalah introspeksi, mawas diri, melihat, memeriksa, melakukan perhitungan, dan mengoreksi diri sendiri secara jujur. Mawas diri merefleksikan kesadaran akan esensi diri yang tidak sempurna serta eksistensinya di dunia yang sementara.

Ngilo Githok’e Dhewe

Sedangkan diri abadi adalah diri yang berada dalam kehidupan akhirat, yaitu kehidupan di masa depan sekaligus hari esok sebagai tujuan akhir perjalanan kehidupan manusia di dunia.

Mawas diri juga menggambarkan kesadaran akan pentingnya membawa bekal dalam perjalanan kehidupan agar sampai akhir tujuan dengan selamat dan bahagia. Bekal yang baik adalah amal saleh yang melahirkan keridhaan-Nya dan terbebasnya dari dosa yang dapat menyelamatkan dari murka-Nya.

Memerhatikan bekal artinya sadar untuk menimbang dengan cermat amal saleh pribadi yang telah dilakukan untuk mendatangkan keridhaan-Nya.

Menyadari dan menghitung dosa-dosa yang telah dilakukan, yang boleh jadi akan jadi penghalang mendapatkan kebahagiaan di akhirat kelak.

Pertimbangan dan perhitungan yang cermat akan melahirkan rasa syukur bila telah melakukan amal saleh dan terdorong kembali melakukan amal saleh yang lain. Sedangkan kesadaran akan dosa yang telah diperbuat akan melahirkan tobat, upaya pembersihan diri, dan selanjutnya melakukan perbaikan perilaku (ishlah).

Sikap cermat, hati-hati, mawas diri, dan motivasi untuk selalu berupaya melakukan berbagai amal kebaikan dan menghindar dari perbuatan dosa, lahir dari ketakwaan kepada Allah SWT.

Sementara, sikap abadi dan pembangkangan pada Allah SWT pada hakikatnya menggambarkan tercerabutnya kesadaran mawas diri, yang pada gilirannya akan mengarahkan pada perbuatan dosa yang mencelakakan diri sendiri.

Seseorang perlu mengingatkan dirinya bahwa amal kebaikan yang telah dilakukan, semata atas petunjuk dan kasih sayang- Nya. Karena itu, pada dasarnya tidak ada prestasi pribadi. Dan pada hakikatnya, seorang yang mawas diri adalah yang mampu menempatkan diri secara proporsional di alam jagat raya ini.

* Reti Riseti, Kolumnis Republika

Leave a Reply

Your email address will not be published.