Menjaga Lisan

Menjaga Lisan
banner 120x600

إنّ الْحَمْدَ ِللهِ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ وَنَعُوْذُ بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَسَيّئَاتِ أَعْمَالِنَا مَنْ يَهْدِهِ اللهُ فَلاَ مُضِلّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْ فَلاَ هَادِيَ لَهُ أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلهَ إِلاّ اللهُ وَأَشْهَدُ أَنّ مُحَمّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ

اَللهُمّ صَلّ وَسَلّمْ عَلى مُحَمّدٍ وَعَلى آلِهِ وِأَصْحَابِهِ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الدّيْن.

يَاأَيّهَا الّذَيْنَ آمَنُوْا اتّقُوا اللهَ حَقّ تُقَاتِهِ وَلاَ تَمُوْتُنّ إِلاّ وَأَنْتُمْ مُسْلِمُوْنَ
يَاأَيّهَا النَاسُ اتّقُوْا رَبّكُمُ الّذِي خَلَقَكُمْ مِنْ نَفْسٍ وَاحِدَةٍ وَخَلَقَ مِنْهَا زَوْجَهَا وَبَثّ مِنْهُمَا رِجَالاً كَثِيْرًا وَنِسَاءً وَاتّقُوا اللهَ الَذِي تَسَاءَلُوْنَ بِهِ وَاْلأَرْحَام َ إِنّ اللهَ كَانَ عَلَيْكُمْ رَقِيْبًا
يَاأَيّهَا الّذِيْنَ آمَنُوْا اتّقُوا اللهَ وَقُوْلُوْا قَوْلاً سَدِيْدًا يُصْلِحْ لَكُمْ أَعْمَالَكُمْ وَيَغْفِرْلَكُمْ ذُنُوْبَكُمْ وَمَنْ يُطِعِ اللهَ وَرَسُوْلَهُ فَقَدْ فَازَ فَوْزًا عَظِيْمًا، أَمّا بَعْدُ

Jamaah Jumah Rahimakumullah

Satu-satunya makhluq Allah di dunia ini yang diberi kelebihan kemampuan bicara secara sempurna adalah manusia. Manusia dianugerahi lisan yang berfungsi sebagai alat komunikasi, menyampaikan ide dan gagasan serta bercengkerama dengan sesama manusia. Oleh sebab itu, kita wajib mensyukuri nikmatnya lisan ini dengan mempergunakannya secara baik dan untuk hal-hal yang bermanfaat karena semua yang keluar dari lisan kita akan dipertanggungjawabkan dihadapan Allah SWT.

Bahkan Allah SWT berfirman dalam QS. Qof 18:

مَا يَلْفِظُ مِنْ قَوْلٍ إِلَّا لَدَيْهِ رَقِيبٌ عَتِيدٌ.

Tiada satu ucapanpun yang diucapkannya melainkan ada didekatnya malaikat (Raqib dan Atid) pengawas yang selalu siap (mencatat).

Dalam hal ini rasulullah SAW bersabda:

عَنْ أَبِيْ هُرَيْرَةَ قَالَ: قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: مَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الآخِرِ فَلاَ يُؤْذِ جَارَهُ، وَمَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الآخِرِ فَلْيُكْرِمْ ضَيْفَهُ، وَمَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الآخِرِ فَلْيَقُلْ خَيْرًا، أَوْ لِيَصْمُتْ. (رواه البخاري).

Dari Abu Hurairah, ia berkata: Telah bersabda rasulullah SAW: Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir maka janganlah menyakiti tetangganya, dan barangsiapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir maka muliakanlah tamunya, dan barangsiapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir maka hendaklah ia berkata yang baik atau diamlah.(HR. al-Bukhari).

Allah juga menegaskan dalam QS. Al-Baqarah 263:

قَوْلٌ مَعْرُوفٌ وَمَغْفِرَةٌ خَيْرٌ مِنْ صَدَقَةٍ يَتْبَعُهَا أَذًى وَاللَّهُ غَنِيٌّ حَلِيمٌ.

Perkataan yang baik dan pemberian maaf lebih baik daripada sedekah yang diikuti oleh (hal) yang menyakitkan. Allah Maha Kaya lagi maha Penyantun.

Jamaah Jumah Rahimakumullah

Menarik untuk kita perhatikan ayat dan hadis di atas:

Pertama, tidak ada satu patah katapun yang akan terlepas dari catatan malaikat Raqib dan Atid. Imam Ibnu Katsir menukil tafsir ayat ini:

Ibnu Abbas menafsirkan ayat tersebut dengan mengatakan bahwa: setiap yang terucap, yang baik maupun yang buruk akan dicatat (oleh malaikat) bahkan kata-kata yang sederhana sekalipun seperti engkau mengatakan: aku makan, aku minum, aku pergi, aku datang, dan aku melihat (itu juga akan dicatat oleh malaikat).

 Kedua, Rasulullah SAW menekankan pentingnya berbicara yang baik, jika terpaksa tidak dapat berbicara dengan baik maka diamlah! Mengapa demikian? Karena bahaya yang ditimbulkan oleh mulut manusia sangat besar. Baik bahaya di dunia maupun di akhirat.

Menjaga Lisan

Banyak orang di dunia ini yang celaka karena lisan tidak terkontrol. Bahkan kata nabi, “Penyebab masuk neraka adalah dua lubang: Mulut dan Kemaluan.” (HR. Tirmidzi). Dengan demikian, penjaga bagi lisan agar tidak terjebak dalam bahaya, tidak ada lain kecuali diam.

Hendaknya kita belajar dari kearifan dan kehati-hatian para sahabat nabi dan para ulama terdahulu. Diriwayatkan bahwa, karena takutnya akan bahaya lisan, sahabat Abu Bakr ash-shiddiq kemana-mana mengulum batu kerikil agar lisan tidak mudah mengeluarkan kata-kata yang tak berguna.

Ketiga, dalam QS. Al-Baqarah 263, Allah bahkan menegaskan, bahwa kata-kata yang baik masih lebih baik daripada sedekah yang diikuti dengan hal yang menyakitkan. Imam Abu Ja’far al-Thabari dalam kitab tafsirnya mengatakan bahwa qoulun ma’ruf yang dimaksud adalah:

قَوْلٌ جَمِيْلٌ، وَدُعَاءُ الرَّجُلِ لِأَخِيْهِ الْمُسْلِمِ.

Kata yang indah dan doa yang baik untuk saudara muslim.

Lebih dari itu, rasulullah SAW bahkan menegaskan bahwa yang disebut muslim sejati adalah apabila orang lain telah selamat dari bahaya lisannya dan tangannya. Demikian diriwayatkan dari Abu Musa:

وَعَنْ أَبِيْ مُوْسَى رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ: قُلْتُ يَا رَسُوْلَ اللهِ أَيُّ الْمُسْلِمِيْنَ أَفْضَلُ؟ قَالَ: مَنْ سَلِمَ الْمُسْلِمُوْنَ مِنْ لِسَانِهِ وَيَدِهِ.

Jamaah Jumah Rahimakumullah

Agar lisan kita terjaga dari fitnah dan bahaya maka ada beberapa hal yang perlu kita hindari, antara lain:

  • (fudhulul kalam), Berbicara sesuatu yang tidak perlu dan berlebihan dalam berbicara

Rasulullah SAW bersabda:

مِنْ حُسْنِ إِسْلَامِ الْمَرْءِ تَرْكُهُ مَا لَا يَعْنِيْهِ

Dari Ali bin abi Thalib bahwa rasulullah SAW bersabda: “Sebagian dari kesempurnaan Islam seseorang adalah ketika ia mampu meninggalkan sesuatu yang tidak ia perlukan.” (HR. Imam Malik dalam al-Muwaththa`).

Ibnu Abi Syaibah dalam Mushannaf-nya meriwayatkan hadis berikut:

عَنْ أَبِيْ هُرَيْرَةَ قَالَ: لاَ خَيْرَ فِيْ فُضُوْلِ الْكَلاَمِ.

Dari Abu Hurairah, rasulullah bersabda: Tidak ada kebaikan dalam fudhulul kalam.

Yazid ibn Abi Hubaib berkata: “Di antara fitnah orang alim adalah ketika ia lebih senang berbicara daripada mendengarkan. Jika orang lain sudah cukup berbicara, maka mendengarkan adalah keselamatan.”

  • Al-Khaudhu fil bathil (Melibatkan diri dalam pembicaraan yang batil).

Allah SWT menceritakan penghuni neraka. Ketika ditanya penyebabnya, mereka menjawab:

“وَكُنَّا نَخُوضُ مَعَ الْخَائِضِين

(dan adalah kami membicarakan yang batil bersama dengan orang-orang yang membicarakannya).” QS. al-Muddatsir 45.

  • Al-Sukhriyyah (Mengolok-olok)

Firman Allah dalam QS. Al-Hujurat 11:

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا يَسْخَرْ قَوْمٌ مِنْ قَوْمٍ عَسَى أَنْ يَكُونُوا خَيْرًا مِنْهُمْ وَلَا نِسَاءٌ مِنْ نِسَاءٍ عَسَى أَنْ يَكُنَّ خَيْرًا مِنْهُنَّ وَلَا تَلْمِزُوا أَنْفُسَكُمْ وَلَا تَنَابَزُوا بِالْأَلْقَابِ.

Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengolok-olok kaum yang lain (karena) boleh jadi mereka yang diolok-olok lebih baik dari mereka yang mengolok-olok dan janganlah pula wanita-wanita mengolok-olok wanita lain (karena) boleh jadi wanita-wanita yang diolok-olok itu lebih baik dari yang mengolok-olok, dan janganlah kamu mencela dirimu sendiri dan janganlah kamu panggil memanggil dengan gelar yang buruk.

  • Berbohong dan janji palsu

Mulut sering kali cepat berjanji, kemudian hati mengoreksi dan memutuskan tidak memenuhi janji itu. Sikap ini menjadi pertanda kemunafikan seseorang. Firman Allah: “Wahai orang-orang beriman tepatilah janji…” QS. Al-Maidah 1.

Rasulullah SAW bersabda: “Ada tiga hal yang jika ada pada seseorang maka dia adalah munafiq, meskipun puasa, shalat, dan mengaku muslim. Jika berbicara dusta, jika berjanji ingkar, dan jika dipercaya khianat.(Hadis Muttafaq alaih dari Abu Hurairah).

  • Ghibah (bergunjing), mengumpat dan mencela

Ghibah adalah perbuatan tercela yang dilarang agama. Rasulullah pernah bertanya kepada para sahabat tentang arti ghibah. Jawab para sahabat: “Hanya Allah dan rasul-Nya yang mengetahui.” Sabda nabi: “Ghibah adalah menceritakan sesuatu dari saudaramu, yang jika ia mendengarnya ia tidak menyukainya.” Para sahabat bertanya: “Jika yang diceritakan itu memang benar adanya? Jawab nabi: “Jika memang benar itulah ghibah, jika tidak benar maka kamu telah mengada-ada.” (HR. Muslim).

Kecaman Allah diberikan kepada para pengumpat dan pencela dalam QS. Al-Humazah 1:

وَيْلٌ لِكُلِّ هُمَزَةٍ لُمَزَةٍ

Kecelakaanlah bagi setiap orang yang suka mengumpat lagi mencela.

Demikian khutbah ini saya sampaikan, semoga bermanfaat dan kita bisa menjaga lisan kita dengan sebaik-baiknya.

أَقُوْلُ قَوْلِيْ هَذَا، وَأَسْتَغْفِرُ اللهَ الْعَظِيْمَ لِيْ وَلَكُمْ وَلِسَائِرِ الْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ، فَاسْتَغْفِرُوْهُ إِنَّهُ هُوَ الْغَفُوْرُ الرَّحِيْمُ