Allah SWT berfirman dalam surah Al Baqarah ayat
وَلِكُلٍّ وِجْهَةٌ هُوَ مُوَلِّيهَا فَاسْتَبِقُواْ الْخَيْرَاتِ أَيْنَ مَا تَكُونُواْ يَأْتِ بِكُمُ اللّهُ جَمِيعاً إِنَّ اللّهَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ
“Dan bagi tiap-tiap umat ada kiblatnya (sendiri) yang ia menghadap kepadanya. Maka berlomba-lombalah kalian (berbuat) yang terbaik. Di mana saja kalian berada pasti Allah akan mengumpulkanmu semua (pada hari kiamat). Sesungguhnya Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu”.
Wirianingsih dan Mutamimul Ula, seorang tokoh nasional yang ke-10 anaknya menjadi penghafal Al-Qur’an dan terpotret dalam sebuah buku berjudul “10 Bersaudara Bintang Al-Qur’an” mengatakan bahwa yang dimaksud prestasi itu adalah hasil capaian atas usaha yang telah dilakukan seseorang.
Prestasi menggambarkan dinamika perjalanan hidup seseorang atau suatu bangsa. Bagi Umat Islam, prestasi adalah suatu keniscayaan. Tanpa prestasi, umat Islam tidak akan pernah mendapatkan ‘izzah’nya di mata umat lain. Umat Islam pernah mencapai prestasi gemilang pada masa Khulafa’ur Rasyidin, Kekhalifahan Dinasti Abbasiyah dimana ketika itu Baghdad menjadi pusat kebudayaan Islam dan peradaban dunia.
Kekhilafahan Turki Usmani juga menempatkan Istambul sebagai pusat kekuatan militer dunia. Ummat Islam pernah mencapai prestasi gemilang di bidang ilmu pengetahuan pada masa Cordova dan Al-Hambra di Spanyol di bawah kekuasaan Islam. Ketika itu Eropa (barat) masih berada pada masa kegelapan.
Mengapa Harus Berprestasi
Mengapa kita harus berprestasi? Bukankah dengan menjadi orang biasapun kita akan tetap bisa hidup bahagia? Lebih lagi, bukankah kita tetap akan bisa memasuki surgaNya? Naudzubillahi min Dzaliq! Pemikiran semacam inilah yang harus kita singkirkan jauh-jauh. Allah SWT telah mengkaruniakan pada kita semua akal yang luar biasa. Bukankah Allah SWT ciptakan hidup dan mati untuk menguji sejauh mana kualitas amal kita (Surah Al Mulk : 2)
Bahkan dalam QS. At-Tin ayat 4 Allah berfirman bahwa kita, manusia, diciptakan dalam bentuk yang sebaik-baiknya. Kita adalah makhluk terbaik! Berarti kita lebih baik dari malaikat, jin dan syaitan. Betapa berdosanya kita bila kita menyia-nyiakan segala potensi yang telah diberikanNya dan menyerah begitu saja oleh kemalasan.
Banyak ayat dalam Al-Qur’an yang menyiratkan bahwa kita harus menjadi pribadi yang berprestasi, pribadi yang berusaha untuk terus mendapatkan yang terbaik di dunia dan akhirat. Bahkan Allah menyebut kita sebagai umat yang terbaik sepanjang jaman, seperti firman Allah SWT surah Ali Imran, ayat 110;
كُنْتُمْ خَيْرَ أُمَّةٍ أُخْرِجَتْ لِلنَّاسِ تَأْمُرُونَ بِالْمَعْرُوفِ وَتَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنْكَرِ وَتُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ وَلَوْ آمَنَ أَهْلُ الْكِتَابِ لَكَانَ خَيْرًا لَهُمْ مِنْهُمُ الْمُؤْمِنُونَ وَأَكْثَرُهُمُ الْفَاسِقُونَ
“Kamu adalah umat yang terbaik yang ditampilkan untuk manusia, (karena kamu) menyuruh berbuat yang ma’ruf, dan mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada Allah. Sekiranya Ahli Kitab beriman tentulah itu lebih baik bagi mereka. Di antara mereka ada yang beriman, namun kebanyakan mereka adalah orang-orang yang fasik”.
Miliki Cita-cita
Setiap manusia pasti memiliki cita-citanya masing, karena cita-cita adalah hal yang fitrah bagi manusia. Cita-cita itu suci, penuh harapan dan memiliki energi yang besar. Dia mampu membuat seseorang mengeluarkan kualitas terbaiknya dan meraih prestasi.
Namun meskipun tiap manusia memiliki cita-cita, ada satu hal yang membedakan antara tiap manusia, yaitu seberapa besar usahanya dalam menggapai cita-cita dan prestasi tersebut. Ada yang hanya sekedar angan-angan, ada juga yang menggebu untuk mendapatkannya.
Berbicara tentang cita-cita memang tak lepas dari prestasi. Karena prestasi adalah buah keberhasilan dari usaha kita menggapai mimpi dan cita-cita. Prestasi sebenarnya merupakan bagian yang tak terpisahkan dari diri seorang muslim, dari diri kita. Karena dalam Islam pun kita diperintahkan untuk selalu melaksanakan segala sesuatunya dengan sebaik mungkin.
Yang perlu diperhatikan adalah, prestasi yang sejati merupakan buah dari usaha yang istiqomah. Dia tidak muncul dengan dipaksakan, tetapi melalui proses yang ikhlas dan bertahap. Dia tidak muncul dari hati yang oportunis, tapi dari hati yang memiliki tujuan mulia.
Karakteristik Manusia Berprestasi
Taufiqurrahman, seorang master dari Omdurman University, Sudan, ada beberapa karakteristik yang harus dipenuhi seseorang sehingga ia dapat disebut sebagai pribadi yang berprestasi, yaitu;
1. Aqidah yang lurus
Dengan aqidah yang lurus, seorang muslim akan memiliki ikatan yang kuat kepada ALLAH SWT, dan tidak akan menyimpang dari jalan serta ketentuan-ketentuanNya. Dengan kelurusan dan kemantapan aqidah, seorang muslim akan menyerahkan segala perbuatannya kepada ALLAH berfirman dalam Al Qur’an,surah Al-An’aam :162
قُلۡ اِنَّ صَلَاتِىۡ وَنُسُكِىۡ وَ مَحۡيَاىَ وَمَمَاتِىۡ لِلّٰهِ رَبِّ الۡعٰلَمِيۡنَۙ
“Sesungguhnya shalatku, ibadahku, hidupku dan matiku, semua bagi Allah tuhan semesta alam”.
Karena aqidah yang lurus merupakan dasar ajaran tauhid, maka dalam awal da’wahnya kepada para sahabat di Mekkah, Rasulullah SAW mengutamakan pembinaan aqidah, iman, dan tauhid.
2. Ibadah yang benar
Selain akidah yang lurus, ibadah yang benar merupakan salah satu pilar utama manusia berprestasi. Manusia yang ingin meraih kesuksesan yang hakiki, harus memiliki pemahaman tentang konsep akidah sesuai dengan tuntunan yang diberikan oleh agamanya.
Maka dapat disimpulkan bahwa dalam melaksanakan setiap peribadatan haruslah merujuk/mengikuti sunnah Rasul SAW yang berarti tidak boleh melenceng dari tata cara yang telah diajarkannya.
Dengan kata lain, amalan ibadah yang kita lakukan tidak akan diterima Allah SWT jika tidak ada contohnya dari Baginda Nabi Muhammad SAW.
3. Akhlak yang Mulia
Akhlak yang mulia merupakan sikap dan perilaku yang harus dimiliki oleh setiap manusia, baik dalam hubungannya kepada Allah, tuhannya maupun dengan makhluk-makhluk ciptaanNya.
Karena akhlak yang mulia begitu penting bagi umat manusia, maka salah satu tugas diutusnya Rasulullah SAW adalah untuk memperbaiki akhlak manusia, dimana beliau sendiri langsung mencontohkan kepada kita bagaimana keagungan akhlaknya sehingga diabadikan oleh Allah SWT di dalam Al Qur’an sesuai firman-Nya dalam surah Al-Qalam:4
ظِ“Dan sesungguhnya kamu benar-benar memiliki akhlak yang agung”
Dengan akhlak yang mulia, manusia akan bahagia dalam hidupnya, baik di dunia apalagi di akhirat.
4. Wawasan yang Luas
Wawasan yang luas wajib dipunyai oleh pribadi muslim. Karena itu salah satu sifat Rasulullah SAW adalah fatonah (cerdas). Al Qur’an juga banyak mengungkap ayat-ayat yang merangsang manusia untuk berfikir, misalnya firman Allah dalam surat al-Baqarah ayat 219.
يَسْأَلُونَكَ عَنِ الْخَمْرِ وَالْمَيْسِرِ ۖ قُلْ فِيهِمَا إِثْمٌ كَبِيرٌ وَمَنَافِعُ لِلنَّاسِ وَإِثْمُهُمَا أَكْبَرُ مِنْ نَفْعِهِمَا ۗ وَيَسْأَلُونَكَ مَاذَا يُنْفِقُونَ قُلِ الْعَفْوَ ۗ كَذَٰلِكَ يُبَيِّنُ اللَّهُ لَكُمُ الْآيَاتِ لَعَلَّكُمْ تَتَفَكَّرُونَ
“Mereka bertanya kepadamu tentang khamar dan judi. Katakanlah: “Pada keduanya terdapat dosa yang besar dan beberapa manfaat bagi manusia, tetapi dosa keduanya lebih besar dari manfaatnya”. Dan mereka bertanya kepadamu apa yang mereka nafkahkan. Katakanlah: “Yang lebih dari keperluan”. Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepadamu supaya kamu berfikir”,
Di dalam Islam, tidak ada satupun perbuatan yang harus kita lakukan, kecuali harus dimulai dengan aktifitas berfikir. Karenanya seorang muslim harus memiliki wawasan keislaman dan keilmuan yang luas. Untuk mencapai wawasan yg luas maka manusia dituntut untuk mencari/menuntut ilmu agar tidak tersesat dalam pengamalannya.
5. Fisik yang kuat
Seorang muslim haruslah memiliki daya tahan tubuh sehingga dapat melaksanakan ajaran Islam secara optimal dengan fisiknya yang kuat. Shalat, puasa, zakat dan haji merupakan amalan di dalam Islam yang harus dilaksanakan dengan kondisi fisik yang sehat dan kuat. Apalagi berjihad di jalan Allah dan bentuk-bentuk perjuangan lainnya.
Oleh karena itu, kesehatan jasmani harus mendapat perhatian seorang muslim dan pencegahan dari penyakit jauh lebih utama daripada pengobatan. Bahkan Rasulullah SAW sangat menekankan pentingnya kekuatan jasmani seorang muslim.
Bahkan kita bisa baca dalam sirah Nabawi, Rasulullah SAW memimpin perang-perang besar pada usia diatas 50 tahun. Hal itu menunjukkan bahwa fisik Beliau sangat kuat, meskipun dalam usia senja.
6 Melawan Hawa Nafsu
Hal ini penting bagi seorang muslim karena setiap manusia memiliki kecenderungan pada yang baik dan yang buruk. Melaksanakan kecenderungan pada yang baik dan menghindari yang buruk amat menuntut adanya kesungguhan. Kesungguhan itu akan ada manakala seseorang berjuang dalam melawan hawa nafsu. Hawa nafsu yang ada pada setiap diri manusia harus diupayakan tunduk pada ajaran Islam.
7. Disiplin Waktu
Displin menggunakan waktu merupakan faktor penting bagi manusia. Hal ini karena waktu mendapat perhatian yang begitu besar dari Allah dan Rasul-Nya. Allah SWT banyak bersumpah di dalam Al Qur’an dengan menyebut nama waktu seperti wal fajri, wad dhuha, wal asri, wallaili dan seterusnya.
Oleh karena itu setiap muslim amat dituntut untuk disiplin mengelola waktunya dengan baik sehingga waktu berlalu dengan penggunaan yang efektif. Maka diantara yang disinggung oleh Nabi SAW adalah memanfaatkan lima perkara sebelum datang lima perkara, yakni waktu hidup sebelum mati, sehat sebelum datang sakit, muda sebelum tua, senggang sebelum sibuk dan kaya sebelum miskin.
8. Professional
Professional artinya suatu pekerjaan dilakukan dengan maksimal, sesuai prosedur yang benar dan ditangani oleh ahlinya.
Teratur dalam suatu urusan termasuk kepribadian seorang muslim yang ditekankan oleh Al Qur’an maupun sunnah. Dimana segala suatu urusan mesti dikerjakan secara professional dan tepat waktu.
Apapun yang dikerjakan, profesionalisme harus selalu diperhatikan. Bersungguh-sungguh, bersemangat , berkorban, berkelanjutan dan berbasis ilmu pengetahuan merupakan hal-hal yang mesti mendapat perhatian secara serius dalam penyelesaian tugas-tugas.
9. Mandiri
Mandiri merupakan ciri lain yang harus ada pada diri seorang muslim. Mempertahankan kebenaran dan berjuang menegakkannya baru bisa dilaksanakan manakala seseorang memiliki kemandirian terutama dari segi ekonomi. Karenanya pribadi muslim tidaklah mesti miskin, seorang muslim boleh saja kaya bahkan memang harus kaya agar dia bisa menunaikan ibadah haji dan umroh, zakat, infaq, shadaqah dan mempersiapkan masa depan yang baik.
Oleh karena itu perintah mencari nafkah amat banyak di dalam Al Qur’an maupun hadits dan hal itu memiliki keutamaan yang sangat tinggi.Dalam kaitan menciptakan kemandirian inilah seorang muslim amat dituntut memiliki keahlian apa saja yang baik. Keahliannya itu menjadi sebab baginya mendapat rizki dari Allah SWT.
10. Bermanfaat bagi orang lain
Manfaat yang dimaksud disini adalah manfaat yang baik sehingga dimanapun dia berada, orang disekitarnya merasakan keberadaan. Jangan sampai keberadaan seorang muslim tidak menggenapkan dan ketiadaannya tidak mengganjilkan.Ini berarti setiap muslim itu harus selalu mempersiapkan dirinya dan berupaya semaksimal untuk bisa bermanfaat dan mengambil peran yang baik dalam masyarakatnya.
Untuk meraih kriteria Pribadi Muslim yang berprestasi di atas membutuhkan mujahadah dan mulazamah atau kesungguhan dan kesinambungan. Allah swt berjanji akan memudahkan hamba-Nya yang bersungguh-sungguh meraih keridloan-Nya.