Mohon Ditunjukkan Yang Benar Itu Benar, Saat Hoax Merajalela Kadangkala, kita perlu mengklarifikasi suatu hal yang belum jelas salah atau benarnya. Tuntunan doa Rasulullah SAW berikut ini mampu memberikan kekuatan untuk bersikap konsekuen. Jika hal yang kita mohonkan itu benar, akan kuat pula kita mengikutinya. Sebaliknya, bila salah, kuat pula mental kita menyingkirkannya.
،اللَّهُمَّ أَرِنَا الْحَقَّ حَقًّا، وَارْزُقْنَا اتِّبَاعَهُ. ،وَأَرِنَا الْبَاطِلَ بَاطِلاً، وَارْزُقْنَا اجْتِنَابَهُ.
‘’Ya Allah, tampakkanlah kepadaku kebenaran sebagai kebenaran dan kuatkanlah aku untuk mengikutinya serta tampakkanlah kepadaku kesalahan sebagai kesalahan dan kuatkan pula untuk menyingkirkannya.’‘ (HR Imam Ahmad).
Banyak diantara kita hari ini yang oleh Allah tidak “Arinal Haqqa Haqqa“, kebenaran tidak tampil di matanya sebagai kebenaran dan yang salah juga dimatanya tidak tampil sebagai sesuatu yang salah.
Dan gak usah galau itu semua memang mungkin skenario Allah, maka kita berdoa saja, “Arinal Haqqa Haqqa” Ada yang lebih malang lagi, dia bisa melihat kebenaran tapi tidak Warzuqnattiba`ah
Dia oleh Allah tidak diijinkan, tidak dikasih kemampuan untuk mengikuti kebenaran yang dia yakini, atau menjauhi yang salah yang dia yakini.
Baca Juga :
Maka, doa ini sering-seringlah dibaca, khususnya pada saat ini.
Jangan sampai yang salah tampak benar di mata kita, entah karena apa.
Atau sebaliknya yang benar oleh Allah ditampakkan sebagai salah.
Bila ditilik lagi, doa di atas secara tegas mempertentangkan yang haq (kebenaran) dengan albathil (kesalahan). Ini sesuai perintah Alquran bahwa keduanya tidak boleh dicampuradukkan (QS Albaqarah [2]: 42). Sebab, posisi dan karakter masing-masing sifat tadi amat berlawanan.
Konsekuen terhadap alhaq disebutkan sebagai tasdiq atau ‘membenarkannya’, yang diwujudkan lewat ketaatan dan ketepatan mengikuti ketentuan yang menyertainya. Siapa yang tidak bersikap demikian berarti sebaliknya, yakni takdzib atau ‘mendustakan serta berkhianat.’
Adapun pengikut albathil senantiasa menolak ‘realitas’, baik yang berasal dari wahyu maupun kauniyah. Mereka mengatakan, ‘realitas’ itu sebagai kebohongan dan membuat alasan tanpa dasar.
Oleh sebab itu, kita perlu menyianginya, memilah-milah, dan memilih-milih, sebelah mana kebenarannya dan mana pula salahnya tanpa terpengaruh kepentingan subjektif tertentu. Berpegang pada keyakinan kepa da Allah SWT, dalam kapasitas memanjatkan doa tadi, diharapkan bisa dihasilkan kesimpulan objektif.
Menunda untuk berdoa alias menunda meminta ‘klarifikasi’ sungguh hanya akan memperpanjang ketidakjelasan persoalan yang bisa berakibat melemahnya kekuatan akses kepada Allah SWT.
Untuk mengkonfirmasi sebuah berita diperlukan tabayun, lebih jauh lagi kita perlu memohon kepada Allah agar ditunjukkan mana yang benar dan mana yang salah.