Zona Nafsu, Sebuah Energi Negatif

Zona Nafsu Sebuah Energi Negatif
banner 120x600

Zona Nafsu, Sebuah Energi Negatif Negative motivation adalah sebuah kondisi ketika seluruh energi jiwa akan terisap keluar. Energi yang dibutuhkan untuk hidup dengan penuh kebahagiaan, perlahan akan hilang.

lazizmu bantul kota - qurban

Zona Nafsu Sebuah Energi Negatif

Konsekuensinya, hidupnya tidak akan pernah merasa bahagia, energi hilang, keajaiban hilang, rezeki hilang.

Seseorang yang berada di zona nafsu ini tidak akan bisa ber-positive thinking dan positive feeling. Energi jiwa negatif ini sebenarnya bisa dinaikan dengan kesadaran jiwa yang tinggi untuk mencapai kualitas hidup yang baik.

Baca Juga

Tapi pada banyak kasus, karena tidak mengetahui ilmu energi jiwa ini, sebagian besar malah memperturutkan hawa nafsunya dan akhirnya makin lama makin dalam energi negatif menguasai dirinya. Berikut adalah level negative motivation:

-1 penonjolan diri: riya, ujub (bangga), harga diri, egois, camuk

-2 kemarahan: marah, dengki, dendam, dongkol, iri hati, sombong

-3 serakah, cinta dunia, interes pribadi, meminta-minta, berharap, pamrih

-4 rasa takut: takut mati, takut miskin, takut gagal, takut cerai, takut tidak bisa bayar hutang

-5 keresahan: galau, zalim, mengambil hak orang, khianat, dosa

-6 apatis: putus asa, hilang gairah, mis-orientasi, panik

-7 rasa bersalah, malu, rendah diri

-8 depresonalisasi, hilang malu, hilang akal, gila, gay, lesbi

Salah satu solusinya adalah mengenal posisi jiwa dan mengenal dampak yang ditimbulkannya. Dan setelah itu berusaha menjauhinya. Disitulah pentingnya ilmu positive motivation. Posisi-posisi jiwa itu adalah sebagai berikut:

(-1) Penonjolan diri

Kondisi jiwa manusia pada level (-1) ini adalah mereka yang memikirkan dirinya sendiri. Ke-aku-an atau egoisme mendominasi dirinya. Selalu ingin dipuji, selalu ingin menang sendiri, memiliki harga diri yang tinggi dan tidak mau dikalahkan.

Beramal ibadah untuk dipuji orang atau riya, tentu kita semua sudah mengetahuinya, bahwa itu akan membuat semua amalnya hilang tak berbekas dan tak dianggap oleh Allah.

Seperti orang yang memiliki dompet yang tebal, semua orang kagum, tapi ketika dilihat isinya kertas putih semua, tidak bisa untuk membeli apapun. Jika riya dalam ibadah adalah seperti itu, tak berbeda dengan yang ada dalam kehidupan kita.

Naik mobil agar dipuji. Foto narsis agar dikomentari orang lain. Sukses agar orang lain berdecak kagum. Itu semua masuk dalam motivasi (-1) ini.

Berada di level jiwa seperti ini tidak akan sedikit pun membawa kebahagiaan. Dia haus pujian. Saat harapan pujian ingin didapatkan dari seseorang namun dia tidak mendapatkan, maka hatinya malah sengsara.

Jika motivaasi hidup dalam melakukan setiap pekerjaan hanya untuk dipuji manusia, maka hati akan kering, energi akan habis dan tidak menarik keajaiban dalam diri. Tidak menarik rezeki.

(-2) Kemarahan

Jalan paling mudah untuk menolak keadaan yang tidak disukai adalah dengan menunjukkan rasa marah. Berontak, berteriak-teriak, melampiaskan emosi terhadap hal yang tidak disukai, merupakan nikmat tersendiri bagi mereka yang berada pada level jiwa ini, tapi dampaknya lebih dahsyat dari level jiwa sebelumnya.

Energi jiwa habis, kebahagiaan hilang, rezeki hilang. Seperti kisah ular dan gergaji. Ular memiliki satu-satunya ilmu dalam kehidupan, ketika ingin makan, rumusnya adalah “gigit, lilit, hancurkan, makan”. Ketika bertemu hewan-hewan yang dimangsanya dia akan menggigit, lilit, jika berontak, makin kencang lilitannya, hancurkan lalu makan. Tapi suatu saat sang ular masuk kegarasi seorang petani. Ilmunya masih sama ketika melihat gergaji. Digigitnya gergaji yang mengkilap itu, lalu dililit, ketika dirasakan gergaji itu memberontak maka ditambah lilitannya, ternyata bukannya hancur gergajinya, yang ada malah tubuh sang ular yang tercabik-cabik dan mati.

Marah persis seperti itu. Tidak ada satu pun marah yang berdampak kebaikan. Malah sebaliknya, ujung dari kemarahan adalah kehancuran. Ini berlaku juga bagi para orang tua yang menginginkan kebaikan untuk anaknya. Semakin dimarahi, anak malah semakin tidak memahami inti pesan yang ingin disampaikan.

Benarlah sabda Nabi saaw, “janganlah marah, bagimu surga”. Beliau ucapkan itu sampai tiga kali kepada sahabatnya yang meminta nasihat khusus kepada beliau.

Surga di sini juga bisa kita tarik menjadi kebahagiaan dunia bukan hanya kebahagiaan akhirat. Terkadang marah itu juga tidak ditunjukan melalui lisan, atau muka yang memerah, juga mata yang melotot, kondisi jiwa (-2) ini dirasakan juga bagi mereka yang menunjukan kemarahan di dalam hatinya, seperti dengki, dendam, iri hati, dongkol, atau tidak suka melihat orang lain mendapat nikmat, sama artinya marah kepada Allah yang berikan nikmat kepada orang lain.

Marah dan mempertanyakan Allah atas kebijakan rezeki yang merupakan hak prerogatif-Nya. Dendam dengan seseorang artinya marah pada keadaan yang terus tercipta dimasa dahulu dan dibawa-bawa terus keadaan yang tidak menyenangkan itu hingga waktu yang tidak ditentukan. Sebuah kondisi jiwa yang sangat menguras energi.

Sombong berarti dua hal. Pertama, merendahkan orang lain. Kedua, menolak kebenaran. Dengan kedua definisi di atas, sombong masuk kedalam energi yang tidak positif pada level kemarahan ini.

(-3) Keserakahan

Sejak sekolah kita dididik dengan definisi motif ekonomi yang masuk dalam energi (-3) ini. Masih terbayang dalam hafalan kita, motif ekonomi adalah, “modal sekecil-kecilnya untuk mendapat keuntungan yang sebesar-besarnya”.

Akhirnya yang terjadi, semua orang melakukan hal yang sama. Produsen dengan modal yang kecil dan semangat untung yang besar melakukan berbagai inovasi keserakahan, terkadang dengan melabrak norma-norma yang berlaku, mengurangi timbangan, menjual hal yang tidak diperbolehkan, seperti narkoba, barang palsu yang penting dia mendapatkan keuntungan.

Begitu juga dengan konsumen yang menginginkan hal yang sama. Harga semurah mungkin untuk mendapat barang kualitas sebagus mungkin. Akhirnya yang terjadi adalah saling tarik-menarik yang tiada ujungnya. Energi makin habis dan tidak menarik rezeki.

Pamrih juga masuk dalem level (-3) ini. Aktivitas untuk seluruh motif adalah untuk mendapatkan pamrih, mendapatkan imbalan.

Kebanyakan orang tidak mau melakukan hal yang baik dan benar jika tidak ada imbalannya. Semakin pamrih, semakin sedikit yang didapatkan. Semakin ikhlas dan tulus, semakin banyak rezeki yang didapatkan.

(-4) Rasa Takut

Segala rasa takut masuk dalam level energi negatif ini. Takut mati, takut miskin, takut gagal, takut cerai, takut tidak bisa bayar hutang. Hidupnya penuh dengan kondisi ketakutan, takut ditilang polisi, takut menghadapi tanggal tua, semua masuk di level (-4). Rasa takut ini yang menghilangkan kebahagiaan.

Bahagia dan ketenangan adalah rezeki terdepan, sebelum ada rezeki apapun yang datang. Ketakutan adalah penghisap energi kebahagiaan itu. Ketika mempunyai rasa takut terhadap apa-apa yang ada di dunia. Ketakutan akan menghabiskan energi, rezeki hilang, kebahagiaan ikut hilang.

Ketakutan itu persis seperti masuk dalam roller coaster. Orang yang mengalami rasa takut tidak mengerti kehidupan yang harus dilaluinya, tidak mengerti solusinya. Di tahap energi negatif yang sudah dalam seperti ini, menusia membutuhkan teman lain yang bisa mengangkatnya dari energi ketakutan menuju energi yang jauh lebih positif.

(-5) Keresahan

Manusia bergerak naik turun antara +4 sampai -4. Tapi jika sudah di level -5, artinya energi jiwanya sudah jauh lebih dalam terpuruk. Level -5 menandakan seseorang sudah masuk dalam taraf melanggar aturan-aturan yang Allah buat.

Mengambil hak orang lain, khianat, dosa, zalim, maling, korupsi melihat hal yang diharamkan, durhaka kepada orang tua, mabuk-mabukan, berzina, membunuh, dan berbagai perbuatan dosa yang didefinisikan oleh agama merupakan penyebab masuknya seseorang pada level jiwa keresahan. Cirinya adalah ketika melakukan perbuatan tersebut, hati nurani bergetar hebat tanda tidak menerima.

Sebagian besar manusia masih bisa merasakan getaran dosa itu karena Allah ilhamkan kepada jiwanya pengenalan akan dosa. Namun pada sebagian kecil manusia, mereka tidak menghiraukannya dan menganggap angin lalu.

Mungkin sudah terbiasa melakukan hal yang demikian sehingga sensor hati nuraninya sudah dikalahkan dan masuk dalam energi negatif yang lebih dalam. Lebih lanjut dari itu, jika sensornya sudah tidak lagi merasakan keresahan, manusia tersebut sudah mulai lebih dalam masuk dalam kondisi apatis (-6).

(-6) Apatis

Putus asa atau apatis adalah kondisi jiwa, seperti kisah wandi ketika masuk ke dalam brankas. Semua opsi solusi hidup berkah dan nyaman sudah tertutup.

Pada level ini seorang manusia sudah tidak mampu melakukan tindakan yang positif. Jikapun melakukan sesuatu, semua tindakannya dilakukan atas proses penyelamatan yang primitif dan malah menambah daftar dosa.

Tindakan tidak positif itu seperti melenyapkan kiri agar kasusnya diamankan, mempersenjatai diri untuk berjaga-jaga, atau melarikan diri dari masalah. Manusia pada level ini sudah tidak lagi memiliki orientasi hidup, pandangannya kosong, sering panik, tergesa-gesa, dan mulai menjauh dari kehidupan sosial. Jika pada level -5 saja rezeki sudah hilang dan tidak lagi terjadi keajaiban, apalagi level -6 ini.

Energi tubuhnya sudah seperti bubur tak berbentuk, apapun yang ada didekatnya malah berusaha menjauh. Termasuk rezeki.

(-7) Malu dan Rasa Bersalah

Pada titik tertentu, putus asa yang mendalam bisa membawa pelakunya pada keinginan bunuh diri. Energi negatif yang sangat dalam di level -7 ini memang sangat rentan melakukan hal-hal yang diluar akal sehat manusia.

Jadi jangankan rezeki datang, yang ada malah perasaan bersalah, malu, dan rendah diri yang menjauhkan seluruh potensi rezeki yang ada. kondisi jiwa pada level -7 ini lebih dominan dipicu rasa malu yang tinggi karena kesalahan dan dosanya diketahui orang lain.

Ketika itu terjadi, bukannya keinginan untuk memperbaiki diri, malah sebaliknya, ingin menutupi dengan rasa bersalah yang tak ada habisnya.

(-8) Depresonalisasi

Lebih lanjut dari energi negatif ini adalah titik terendah dari manusia. Danah Zohar dan Ian Marshall menyebutnya sebagai depresonalisasi, yang kurang lebih maksudnya sudah hilang sisi kemanusiaannya, sudah tidak lagi menjadi manusia. Allah menyebut level ini dalam surah At-Tin, “Tsumma rodadnaahu asfala saafilin, kemudian dijadikannya serendah-rendah makhluk,” bukan karena tidak indah rupanya, melainkan karena jiwanya sudah berada pada level energi negatif yang paling rendah.

Pelaku (-8) ini sudah tidak mengetahui lagi bahwa yang dilakukannya salah atau tidak. Satu-satunya standar dalam menilai kebenaran adalah dirinya sendiri. Seluruh standar norma yang ada tidak akan pernah bisa menjadi standar yang dia tetapkan pada dirinya.

Hati nuraninya sudah tidak bisa menentukan mana yang benar dan salah. Mereka biasanya dikenal sebagai pemburu berdarah dingin tapi malah mengaku melakukan itu untuk kepentingan umat manusia.

Pemimpin zalim, korup, rakus dengan kekayaan dan jabatan, tapi menyebut dirinya paling berjasa untuk umat manusia di muka bumi. Sebagian diantara mereka memliliki IQ yang super genius, tapi jiwanya kosong dan tidak lagi memiliki sinar energi positif yang dikaruniakan oleh Allah.

Sebagian lagi memiliki harta berlimpah, tapi semua hartanya tidak bermanfaat untuk membeli kebahagiaan yang sudah hilang dari dirinya. Mungkin ada kebahagiaan, tapi semu. Bukan bahagia yang sebenarnya.

Semoga Allah memberikan kebahagiaan dan kemuliaan kepada Anda semua. Aamiin