Meraih Hidup Bermakna

Meraih Hidup Bermakna
banner 120x600

Meraih Hidup Bermakna Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi berkembang pesat demi memenuhi kebutuhan hidup manusia. Seharusnya dengan adanya kemajuan itu membuat manusia semakin mudah dan  bahagia dalam menjalani hidupnya.

Meraih Hidup Bermakna
Meraih Hidup Bermakna

Mereka beramai-ramai mengejar dan memburu kehidupan dan kemewahan hidup, terutama kemegahan dunia.

Allah Ta”ala berfirman :

“Ketahuilah, bahwa sesungguhnya kehidupan dunia ini hanyalah permainan dan suatu yang melalaikan, perhiasan dan bermegah-megah antara kamu serta berbangga-banggaan tentang banyaknya harta dan anak, seperti hujan yang tanam-tanamannya mengagumkan para petani; kemudian tanaman itu menjadi kering dan kamu lihat warnanya kuning kemudian menjadi hancur. Dan di akhirat (nanti) ada azab yang keras dan ampunan dari Allah serta keridhaan-Nya. Dan kehidupan dunia ini tidak lain hanyalah kesenangan yang menipu” (QS. al-Hadîd [57]: 20).

Baca Juga :

Namun faktanya berkebalikan, manusia modern identik dengan kegersangan hidup, resah gelisah dan kehilangan makna hidup.

Ideologi pragmatis, hedonis, cemas, gelisah, frustasi, merasa kalah, sedih dan takut secara tiba-tiba ,was-was, iri, dengki, riya, sombong, pamer, ingin dipuji, dan sejenisnya menjadi perilaku kebanyakan orang.

Sebagai muslim yang taat kita harus waspada agar tidak terombang ambing dengan keadaan zaman saat ini.

Kita harus belajar kembali bagaimana agama kita memberikan petunjuk dan tuntunan menghadapi hal hal tersebut.

Imam Ibnul Qayyim pernah berkata, “Rahasia kebahagiaan ada tiga. Pertama, bersyukur atas nikmat Allah. Kedua, bersabar atas musibah. Dan ketiga, bertobat dari maksiat.”

Dalam Al Quran

أَلْهَاكُمُ التَّكَاثُرُ (1) حَتَّى زُرْتُمُ الْمَقَابِرَ (2) كَلَّا سَوْفَ تَعْلَمُونَ (3) ثُمَّ كَلَّا سَوْفَ تَعْلَمُونَ (4) كَلَّا لَوْ تَعْلَمُونَ عِلْمَ الْيَقِينِ (5) لَتَرَوُنَّ الْجَحِيمَ (6) ثُمَّ لَتَرَوُنَّهَا عَيْنَ الْيَقِينِ (7) ثُمَّ لَتُسْأَلُنَّ يَوْمَئِذٍ عَنِ النَّعِيمِ (8)

Bermegah-megahan telah melalaikan kalian, sampai kalian masuk ke dalam kubur. Janganlah begitu, kelak kalian akan mengetahui (akibat perbuatan kalian itu); dan janganlah begitu, kelak kalian akan mengetahui. Janganlah begitu, jika kalian mengetahui dengan pengetahuan yang yakin, niscaya kalian benar-benar akan melihat neraka Jahim, dan sesungguhnya kalian benar-benar akan melihatnya dengan ‘ainulyaqin, kemudian kalian pasti akan ditanyai pada hari itu tentang kenikmatan (yang kalian megah-megahkan di dunia itu).(Q.s At-Takasur: 1-8)

Menurut al-Ghazali, bahagia merupakan sebuah kondisi spiritual, saat manusia berada dalam satu puncak ketakwaan. Bahagia merupakan kenikmatan dari Allah SWT. Kebahagiaan itu adalah manifestasi berharga dari mengingat Allah, makrifatullah.

Dalam kitab Sirrul Asrar, Syekh Abdul Qadir Al-Jailani menyebut Syeikh Syaqiq Al-Balkhi yang berkata “Tanda bahagia itu ada lima, hati yang lembut, banyak menangis (karena ingat akan dosa), zuhud dari keduniawian, tidak banyak lamunan, dan memiliki rasa malu yang tinggi. Sebaliknya, tanda orang menderita ada lima, hati yang keras, kering air mata, cinta dunia, banyak lamunan, dan sedikit malu.

SEBUAH penelitian psikologi sosial menyebutkan, terdapat 7 pilar utama kebahagiaan hidup seseorang, yaitu

  • having a good family life,
  • having a good job, dan
  • having good friends and community. 
  • having financial sufficientcy
  • having good health
  • having Personal values/religion
  • having freedom

Rasulullah bersabda, “…Kebaikkan itu adalah sesuatu yang membuat jiwa dan hati merasa tenang, sedangkan kejelekkan (dosa) itu adalah sesuatu yang meresahkan jiwa dan membimbangkan dada (hati)…” (HR Ahmad

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

أَلاَ وَإِنَّ فِى الْجَسَدِ مُضْغَةً إِذَا صَلَحَتْ صَلَحَ الْجَسَدُ كُلُّهُ ، وَإِذَا فَسَدَتْ فَسَدَ الْجَسَدُ كُلُّهُ . أَلاَ وَهِىَ الْقَلْبُ

“Ingatlah bahwa di dalam jasad itu ada segumpal daging. Jika ia baik, maka baik pula seluruh jasad. Jika ia rusak, maka rusak pula seluruh jasad. Ketahuilah bahwa ia adalah hati (jantung)” (HR. Bukhari dan Muslim)

Leave a Reply

Your email address will not be published.