Kultum Ramadhan: Memelihara, Memupuk dan Memperbarui Iman Pada suatu hari, Umar bin Khattab melakukan perjalanan ke luar kota. Dia ingin melihat langsung kondisi rakyat yang dipimpinnya.
Umar pun sampai di padang rumput. Dia melihat ada seorang remaja yang sedang mengembala kambing-kambingnya. Umar sangat tertarik dengan kambing-kambing yang digembalakannya itu. Dia pun menghampiri sang pengembala.
Baca Juga :
Umar berkata, “Wahai pengembala, banyak sekali kambing-kambingmu. Bersediakah kamu menjual seekor kambingmu itu kepadaku?”
“Maaf tuan, kambing-kambing ini bukan milikku. Aku hanya pengembala yang bekerja menerima upah saja. Kambing-kambing yang banyak ini adalah milik tuanku,” jawab pengembala itu.
Umar pun terus membujuk pengembala itu untuk menjual kambing-kambing yang digembalakannya. Dia pun berkata, “Wahai pengembala, majikanmu tidak akan tahu jika kamu menjualnya kepadaku seekor saja. Karena tidak ada orang yang tahu jika kamu menjual seekor kambing milik majikanmu kepadaku.”
Si pengembala menatap wajah Umar. Dia pun berkata, “Wahai tuan, engkau benar tidak ada satu pun orang yang tahu jika aku menjual seekor kambing milik majikanku. Tapi, di mana Allah, tuan? Dia selalu melihat apa yang diperbuat oleh makhluk-Nya
Seketika itu Umar bin Khattab meneteskan air mata. Dia sangat kagum dengan kejujuran si pengembala yang tidak mau melakukan tindakan yang tidak terpuji. .”
Itulah yang dinamakan adanya Iman dalam diri seseorang, semua hal diikat dan kaitkan kepada Allah yang maha melihat. Apakah saat ini masih demikian? Hal tersebut yang akan kita jadikan kajian saat ini.
Iman berati membenarkan (tashdiqun), membenarkan semua risalah Muhammad Saw sebagai utusan Allah, lawan mendustakan (takdzibun).
Dalam salah satu kaidah usul fikih, disebutkan al-Yaqinu La Yuzalu bi al-Syak (keyakinan yang kuat tidak akan berubah dengan sebuah keragu-raguan).
Iman/kepercayaan tidak harus disertai pembenaran akal, karena akal dan indera kita sangat terbatas. Lebih sederhananya, Iman itu bagaikan sebuah kepercayaan ketika seorang dokter memberikan resep obat pada kita. Kita modal percaya pada dia.
Bagaikan orang buta, iman memang pembenaran dalam hati, meyakini sesuatu informasi yang ia dapatkan.
Orang beriman bagaikan orang yang mendayung perahu menuju sebuah pulau harapan yang menyenangkan, walaupun dalam perjalanannya banyak badai dan gelombang.
Para ulama memberikan pengertian iman itu adalah pembenaran dalam hati, yang ia diikrarkan dengan lisan, dan diamalkan dengan anggota badan.
اَلْاِعْتِقَادُ بِالْقَلْبِ وَالنُّطْقُ بِاللِّسَانِ وَالْعَمَلُ بِالْجَوَارِحِ وَالْأَرْكَانِ يَزِيْدُ وَيَنْقُصُ يَزِيْدُ بِالطَّاعَةِ وَيَنْقُصُ بِالْمَعْصِيَةِ.
“(Iman itu adalah) Keyakinan dalam hati, yang di ikrarkan dengan lisan, dan diamalkan dengan tubuh dan anggota badan. (Iman itu) bertambah dan berkurang, bertambah dengan ketaatan dan berkurang dengan kemaksiatan.”{Syarhu I’tiqod Ahlis Sunnah Wal Jama’ah Minal Kitabi Was Sunnah – Abul Qosim Hibatullah Al Lalika’iy}
Bagaimana kedudukan iman bagi seorang mu’min di sisi Allah?
- Iman adalah dasar diterimanya amal.
فَمَنْ يَعْمَلْ مِنَ الصَّالِحَاتِ وَهُوَ مُؤْمِنٌ فَلَا كُفْرَانَ لِسَعْيِهِ وَإِنَّا لَهُ كَاتِبُونَ
“Maka barang siapa yang mengerjakan amal saleh, sedang ia beriman, Maka tidak ada pengingkaran terhadap amalannya itu dan Sesungguhnya Kami menuliskan amalannya itu untuknya” (Al-Anbiyaa’: 94)
- Iman adalah amal yang paling utama di sisi Allah.
Rasululloh SAW bersabda:
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رضي الله عنه قَالَ سُئِلَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَيُّ الْأَعْمَالِ أَفْضَل؟ُ قَالَ إِيمَانٌ بِاللَّهِ قَالَ ثُمَّ مَاذَا؟ قَالَ الْجِهَادُ فِي سَبِيلِ اللَّهِ قَالَ ثُمَّ مَاذَا؟ قَالَ حَجٌّ مَبْرُورٌ (رواه مسلم)
Dari Abu Hurairah RA berkata, “Bahwa Rasulullah SAW pernah ditanya, ” Amal apa yang paling utama? ‘ Beliau menjawab: “(Yaitu) beriman kepada Allah.” Dia bertanya lagi, “Kemudian apa?” Beliau menjawab: “Jihad di jalan Allah.” Dia bertanya lagi, “Kemudian apa?” Beliau menjawab: “Haji yang mabrur.” (HR. Muslim)
- Allah menyebutkan dalam Al-Quran lebih dari 840 kali baik berupa perintah, ajakan, pujian tehadap orang beriman. Allah juga menjelaskan ‘konsekuensi’ keimanan serta kedudukan yang tinggi bagi orang beriman.
sesungguhnya iman itu tidak diperoleh hanya dengan berangan-angan, tidak pula dengan berhias secara fisik, akan tetapi iman adalah apa yang terukir dan tertanam di dalam hati. Dan bukti kejujuran iman itu adalah dengan mengerjakan berbagai ketaatan dan menjauhi berbagai maksiat.
Setiap orang bisa mengaku seorang Muslim, bahkan lebih dari itu yaitu mengaku Mukmin. Namun ketika perilakunya tidak sesuai dengan ajaran islam, maka disebut munafiq.
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman,
وَمِنَ النَّاسِ مَنْ يَقُولُ ءَامَنَّا بِاللَّهِ وَاليَوْمِ الأَخِرِ وَمَا هُم بِمُؤْمِنِينَ
Di antara manusia ada yang mengatakan, “Kami beriman kepada Allah dan hari kemudian” padahal mereka itu sesungguhnya bukan orang-orang yang beriman. (Qs al-Baqarah/2:8)
Al Imam Al Hasan Al Bashri berkata:
لَيْسَ الْإِيْمَانُ بِالتَّمَنِّي وَلَا بِالتَّحَلِّي وَلَكِنَّ مَا وَقَرَ فِي الْقَلْبِ وَصَدَّقَهُ الْعَمَلُ.
“Iman itu bukan angan-angan semata, bukan pula sekedar hiasan (dalam penampilan). Akan tetapi ai sesuatu yang terhunjam kokoh ke dalam hati.”{Lathoiful Ma’arif, hal. 396}
Iman adalah sesuatu yang sangat penting
Dalam sebuah hadist diriwayatkan, ada seorang sahabat bertanya kepada Rasululloh: dari Abu ‘Amr—Sufyan bin ‘Abdillah radhiyallahu ‘anhu, ia berkata,
قُلْتُ يَارَسُوْلَ اللهِ قُلْ لِيْ فِي الإِسْلامِ قَوْلاً لاَ أَسْأَلُ عَنْهُ أَحَدَاً غَيْرَكَ؟ قَالَ: “قُلْ آمَنْتُ باللهِ ثُمَّ استَقِمْ”
“Aku berkata: Wahai Rasulullah katakanlah kepadaku suatu perkataan dalam Islam yang aku tidak perlu bertanya tentangnya kepada seorang pun selainmu.” Beliau bersabda, “Katakanlah: aku beriman kepada Allah, kemudian istiqamahlah.” (HR. Muslim)
Tingkatan Iman
- Ilmul yaqin (علم اليقين)
- Ainul yaqin (عين اليقين)
- Haqqul yaqin (ٌحق اليقين)
A, B, dan C adalah tiga orang yang sama-sama punya keyakinan bahwa teman mereka yang bernama Ahmad berada di dalam sebuah ruangan.
A yakin bahwa Ahmad adi di ruangan itu karena diberitahu oleh seseorang yang sangat bisa dipercaya.
B yakin bahwa Ahmad ada di ruangan itu karena dia (B) mendengar bunyi suaranya (Ahmad) memantul dari dalam ruangan itu.
C sangat yakin bahwa Ahmad ada di ruangan itu karena dia masuk kedalam ruangan itu dan melihat Ahmad dengan mata kepalanya.
Itulah 3 tingkatan keyakinan. Jika 3 tingkatan keyakinan tersebut ditarik ke soal iman kepada Allah maka penjelasannya sebagai berikut:
Sebagian orang beriman kepada Allah karena informasi dan bimbingan orang tua dan guru-gurunya, bahwa Allah pencipta alam semesta ini wajib adanya.
Sebagian orang beriman dan pecaya bahwa Allah itu wajib adanya, karena menurut logika akal sehatnya, alam semesta yang begitu teratur dan rapi ini adalah barang baru (ada sesudah tidak ada) dan tidak mungkin terwujud dengan sendirinya atau terjadi secara kebetulan.
Sebagian orang yakin seyakin yakinnya bahaw Allah itu ada karena mereka meliha-Nya secara langsung dengan mata hati (عين البصيرة) mereka.
Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:
وَإِنَّ اللَّهَ يُعْطِي الدُّنْيَا مَنْ يُحِبُّ وَمَنْ لَا يُحِبُّ وَلَا يُعْطِي الْإِيمَانَ إِلَّا مَنْ يُحِبُّ
“Sesungguhnya Allah memberi dunia pada orang yang Allah cintai maupun yang tidak. Sedangkan iman hanya diberikan kepada orang yang Allah cintai.” (HR. Bukhari)
Memperbarui dan meningkatkan iman
عَنْ اَبِي هُرَيْررَةَ رضي الله عنه قال: قاَلَ رَسُوْلُ اللهِ صلّى الله عليه وسلّم جَدِّدُوْا إِيْمَانَكُمْ قِيْلَ يارسول الله وَكَيْفَ نُجَدِّدُوْا إِيْمَانَنَا قَالَ اَكْسِرُووْا مِنْ قَوْلِ لاَإِلَهَ إِلاَّ اللهُ
Dari Abu Hurairah r.a. berkata bahwa Rasulullah saw bersabda, “Perbaharuilah iman kalian.” Para hasabat bertanya, “Bagaimana cara memperbaharui iman kami, ya Rasulullah?” Rasulullah saw bersabda, “Perbanyaklah ucapan ‘laa ilaaha illallaah’”. (HR Al-Bukhari)
Menurut Imam Al-Haddad dalam kitab Risalatul Muawanah, terdapat tiga cara untuk mempertebal iman kita.
- Membaca, mendengar, serta memahami Al-Qur’an dan hadis
Dari Al-Qur’an dan hadis, seorang muslim bisa memperoleh pelajaran tentang berbagai hal mulai dari janji Allah, ancaman dari Allah, sampai kisah umat terdahulu yang bisa kita ambil hikmahnya.
Dengan mempelajari Al-Qur’an dan hadis pula kita bisa semakin yakin dengan Allah, malaikat, rasul, kitab, hari akhir, dan takdir dari Allah.
- Memikirkan tanda-tanda kekuasaan Allah lewat alam
Kita bisa memikirkan tanda-tanda kekuasaan Allah lewat segala sesuatu yang ada di langit dan di bumi. Keindahan gemerlap bintang di langit misalnya, tentu hanya Zat yang Maha Pencipta (Allah) yang mampu menciptakan keindahan tersebut.
Allah berfirman, “Allah-lah yang telah menciptakan langit dan bumi dan segala yang ada diantara keduanya dalam waktu enam hari, kemudian dia bersemayam di atas Arsy. Kamu semua tidak memiliki seorang penolong dan pemberi syafaat pun selain diri-Nya. Lalu, apakah kamu tidak memperhatikannya?” (QS. Al-Sajdah: 4)
- Selalu beramal saleh
Seperti yang sudah dijelaskan di awal tulisan ini, jika kita ingin mempertebal iman, maka kita harus selalu beramal saleh dan menjauhi kemaksiatan.
Amal saleh untuk mempertebal iman tidak hanya soal ibadah mahdah saja, tetapi hal sederhana seperti menjaga kebersihan juga dapat mempertebal iman.
Cabang-cabang Iman
عَنْ أَبِى هُرَيْرَةَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- « الإِيمَانُ بِضْعٌ وَسَبْعُونَ أَوْ بِضْعٌ وَسِتُّونَ شُعْبَةً فَأَفْضَلُهَا قَوْلُ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللَّهُ وَأَدْنَاهَا إِمَاطَةُ الأَذَى عَنِ الطَّرِيقِ وَالْحَيَاءُ شُعْبَةٌ مِنَ الإِيمَانِ
Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu ia berkata: Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Iman itu ada tujuh puluh atau enam puluh cabang lebih, yang paling utama adalah ucapan ‘Laailaahaillallah’, sedangkan yang paling rendahnya adalah menyingkirkan sesuatu yang mengganggu dari jalan, dan malu itu salah satu cabang keimanan” (HR. Bukhari dan Muslim)
Iman Itu Naik Turun
Iman yang da pada diri manusia, tidak diam. Artinya, dia bisa mengalami perubahan. Bisa naik dan bisa turun.
Iman naik ketika melakukan ketaatan dan turun ketika melakukan maksiat. Inilah aqidah kaum muslimin ahlus sunah.
Terdapat banyak dalil bahwa iman itu bisa bertambah dan berkurang,
Diantarannya firman Allah,
إِنَّ الَّذِينَ آمَنُواْ ثُمَّ كَفَرُواْ ثُمَّ آمَنُوا ثُمَّ كَفَرُوا ثُمَّ ازْدَادُوا كُفْرًا
Sesungguhnya orang-orang yang beriman kemudian kafir, kemudian beriman (pula), kamudian kafir lagi, kemudian bertambah kekafirannya, maka sekali-kali Allah tidak akan memberi ampunan kepada mereka.” (QS. an-Nisa: 137).
Atau firman Allah tentang naiknya iman sahabat,
وَإِذَا مَا أُنْزِلَتْ سُورَةٌ فَمِنْهُمْ مَنْ يَقُولُ أَيُّكُمْ زَادَتْهُ هَذِهِ إِيمَانًا فَأَمَّا الَّذِينَ آمَنُوا فَزَادَتْهُمْ إِيمَانًا وَهُمْ يَسْتَبْشِرُونَ
“Apabila diturunkan suatu surat, maka di antara mereka (orang-orang munafik) ada yang berkata: “Siapakah di antara kamu yang bertambah imannya dengan (turannya) surat ini?” Adapun orang-orang yang beriman, maka surat ini menambah imannya, dan mereka merasa gembira.” (QS. at-Taubah: 124)
Allah menyatakan bahwa iman para sahabat bertambah karena ketaatan mereka kepada aturan yang Allah turunkan. Sebaliknya, mereka yang tidak mengikuti aturan itu, imannya akan berkurang.
Allah juga berfirman,
إِنَّمَا الْمُؤْمِنُونَ الَّذِينَ إِذَا ذُكِرَ اللَّهُ وَجِلَتْ قُلُوبُهُمْ وَإِذَا تُلِيَتْ عَلَيْهِمْ آَيَاتُهُ زَادَتْهُمْ إِيمَانًا وَعَلَى رَبِّهِمْ يَتَوَكَّلُونَ
“Sesungguhnya orang-orang yang beriman ialah mereka yang bila disebut nama Allah gemetarlah hati mereka, dan apabila dibacakan ayat-ayat-Nya bertambahlah iman mereka (karenanya), dan hanya kepada Tuhanlah mereka bertawakkal.” (QS. al-Anfal: 2)
Karena itulah, ulama sepakat bahwa iman bisa bertambah dan berkurang. Bertambah dengan ketaatan dan berkurang dengan kemaksiatan.