Memahami Hakekat Kebahagiaan

banner 120x600

Alkisah… Ada seorang Raja yang begitu berkuasa tengah termenung memikirkan hidupnya sambil memandang taman di depan istananya.  Ia sering gelisah karena sulit menemukan ketenangan dan susah merasakan kebahagiaan. Ia susah tidur akibat banyaknya pikiran yang mengganggu. Padahal selama ini ia tidur di kamar mewah di atas kasur yang empuk.

Ketika sedang melamun, sang raja melihat seorang tukang kebunnya yang sedang bekerja sambil bernyanyi dan tertawa ria. Setiap hari ia datang dengan senyuman dan pulang dengan keceriaan.

Padahal gajinya pas-pasan dan rumahnya begitu sederhana. Tak pernah tampak kesedihan di wajahnya.  Saat dia pulang keluarganya telah menunggu dengan hidangan makan seadanya dan keluarga kecil ini pun makan dengan bahagia.

Raja pun heran melihat orang ini. Ia memanggil penasihatnya dan bertanya, “Telah lama aku hidup di tengah kegelisahan, padahal aku memiliki segalanya. Tapi aku sungguh heran melihat si tukang kebun itu. Tak pernah tampak kesedihan di wajahnya. Kadang-kadang ia tertidur di bawah pohon, seperti tak ada beban dalam hidupnya. Padahal ia tidak memiliki apa-apa.”

Sang penasehat memberi penjelasan, “Padukan raja, tukang kebun bisa hidup bahagia seperti itu karena ia mensyukuri apa yang telah ia peroleh. Ia ikhlas dengan keadaan yang telah ditakdirkan.  Ia tidak berusaha mencari sesuatu di luar mimpinya”

Letak kebahagiaan

Kalau kebahagiaan bisa dibeli, tentu orang-orang kaya akan membeli kebahagiaan itu dan orang miskin akan sulit mendapatkannya karena sudah diborong oleh mereka yang kaya.  Dan kalau kebahagiaan itu ada di suatu tempat, pasti belahan lain di bumi ini akan kosong, karena semua orang akan ke sana untuk memdapatkan hidup bahagia.  Untungnya kebahagiaan itu berada di dalam hati setiap manusia, sehingga kita tidak perlu membeli atau bersusah payah pergi mencari kebahagiaan itu.

Ungkapan bijak mengatakan, “Jika engkau ingin mencari kebahagiaan maka kebahagiaan itu ada di luar. Namun jika engkau ingin merasakan kebahagiaan maka kebahagiaan itu ada di dalam.”
Nabi Muhammad bersabda, “Hendaklah engkau berbahagia bila mempunyai hati yang bersyukur, lidah yang berzikir, dan istri (suami) yang membantunya dalam urusan akhirat” (HR. Ahmad, Tirmidzi dan Ibnu Majah).

Kebahagiaan merupakan hal yang setiap orang impi-impikan dalam hidupnya. Semasa hidup di dunia ini, manusia akan menghadapi berbagai macam peristiwa yang mana dengan  itu akan mendatangkan rasa kebahagiaan ataupun sebaliknya, yaitu kesedihan.

Namun dengan itu semua yang terjadi, manusia tetap akan melakukan apapun agar bisa mendapatkan kebahagiaan dalam hidupnya, karena tidak ada manusia satupun yang bahkan ingin mendapatkan kesedihan selama hidupnya.

Sejak dulu hingga sekarang kebahagiaan menjadi topik yang sering diperbincangkan, mulai dari para filsuf, agamawan, psikolog dan ilmuwan.

Mereka memiliki definisinya masing-masing sesuai dengan sudut pandang yang mereka miliki, sehingga kata kebahagiaan memiliki definisi yang bersifat subjektif.

Bahagia itu adalah sebuah pikiran atau perasaan yang ditandai dengan rasa kecukupan, kepuasan serta cinta terhadap suatu hal. Sedangkan bahagia menurut pandangan Islam adalah saat kita sebagai umat muslim dapat mempertahankan keimanan atau keyakinan dan mampu melaksanakan perilaku yang sesuai dengan keyakinan tersebut. Tentu, hal ini berkaitan dengan sejauh apa kita yakin terhadap ketentuan-ketentuan yang Allah SWT berikan di setiap langkah kehidupan kita, baik atau buruknya yang kita jalani, itu adalah tanda kasih sayang-Nya terhadap kita semua.

Kunci kebahagiaan bagi Stoa adalah kita dihindarkan dari nafsu-nafsu yang tidak jelas, kecanduan pada sesuatu, rasa murka, kehilangan kendali, rasa dendam, kecemasan yang obsesif, rasa kesal yang berlebihan, takut dan rasa senang-nikmat.

Kaum Stoa menempatkan kebahagiaan dalam ketenangan batin (peace of mind) dan bukan dalam sesuatu hal yang eksternal. Kebahagiaan khas Stoa diupayakan melalui latihan sehari-hari.

Latihan ini bertujuan untuk membebaskan jiwa dari “penyakit jiwa”, seperti emosi-emosi yang negatif. Tidak sedikit orang-orang merasakan rasa khawatir atau mencemaskan terhadap hidupnya, maupun itu kekhawatiran terkait pendidikan, hubungan (relationship), pekerjaan atau bisnis, finansial, kesehatan dan banyak lagi.

Stoisisme juga mengajarkan bahwa kebahagiaan sejati hanya bisa datang dari “things we can control” atau hal-hal yang ada dibawah kendali kita. Dapat dikatakan bahwa kita tidak bisa menggantungkan kebahagiaan dan kedamaian sejati kepada hal-hal yang tidak bisa kita kendalikan.

Bagi para filsuf Stoa, bergantung pada kebahagiaan pada hal-hal yang tidak bisa kita kontrol, seperti opini orang lain, perlakuan, kekayaan dan lainnya adalah tidak rasional. Jika kita hanya merasakan kebahagiaan pada sesuatu yang diluar kontrol kita sama saja dengan memberikan secara sukarela kebahagiaan dan kedamaian hidup kita kepada orang lain.

Pemikiran atau opini orang lain terhadap kita termasuk pada sesuatu yang tidak bisa kita kontrol atau kendalikan dan tidak bisa membuat kita bahagia.

Mengapa demikian? Tidak sedikit orang yang selalu mengikuti pendapat orang lain terhadap kita yang mana dengan mengikuti pendapat orang lain secara terus menerus tidak membedakan kita dengan budak.

Pendapat orang lain sudah termasuk diluar kontrol kita dan jika kita menggantungkan kebahagiaan pada sesuatu yang tidak bisa kontrol akan beresiko merasakan kekecewaan, seperti kita mengikuti pendapat orang lain terus menerus. Saat kita terus menerus ingin menyenangkan orang lain, memenuhi ekspektasi mereka, mendapatkan validasi dari orang lain, tanpa sadar kita sudah diperbudak oleh pendapat orang lain.

Pada filosofi ini, mengajarkan untuk dapat hidup tenang dan bebas dari emosi negatif yang mana memicu kebahagiaan dengan berpikir menggunakan nalar atau rasio.

Sederhananya, emosi negatif ini dipicu oleh pemikiran kita sendiri yang mengubah interpretasi menjadi negatif. Namun ternyata, kebahagiaan bisa lebih mudah untuk diperoleh tanpa mengesampingkan nalar dengan menerapkan Filosofi Stoisisme ini.

Dengan mempelajari filosofi ini, hidup akan menjadi lebih tenang karena tidak mudah terpengaruh oleh emosi negatif dan selalu berkepala dingin layaknya manusia yang memiliki akal sehat.

Leave a Reply

Your email address will not be published.