Meraih Kelezatan Dalam Ibadah

Meraih Kelezatan Dalam Ibadah
banner 120x600

Meraih Kelezatan Dalam Ibadah Allah menjanjikan keuntungan ibadah bagi yang mengerjakannya tidak hanya di akhirat, namun juga di dunia. Kebaikan hidup akan diraih oleh orang-orang yang beribadah kepada-Nya dengan iman dan amal shaleh di dunia ini sebelum kelak di akhirat. Allah berfirman:

مَنْ عَمِلَ صَالِحًا مِنْ ذَكَرٍ أَوْ أُنْثَى وَهُوَ مُؤْمِنٌ فَلَنُحْيِيَنَّهُ حَيَاةً طَيِّبَةً وَلَنَجْزِيَنَّهُمْ أَجْرَهُمْ بِأَحْسَنِ مَا كَانُوا يَعْمَلُونَ

“Barangsiapa yang mengerjakan amal saleh, baik laki-laki maupun perempuan dalam Keadaan beriman, Maka Sesungguhnya akan Kami berikan kepadanya kehidupan yang baik dan Sesungguhnya akan Kami beri Balasan kepada mereka dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan.” (QS. An Nahl [16]: 97)

Meraih Kelezatan Dalam Ibadah

Diantara karunia Allah atas hamba-hamba-Nya yang mau beribadah di dunia ini adalah kelezatan, kenikmatan, kebahagiaan dan kenyamanan hati yang dirasakan oleh mereka saat beribadah dan beramal shaleh.  Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata kepada Bilal, “Wahai Bilal, bangkitlah, nyamankanlah kami dengan shalat.” Itu karena beliau, hamba Allah yang terbaik, merasakan kelezatan dan kenikmatan saat beribadah kepada Allah dengan shalat. Tidak heran, jika bagida Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam betah berlama-lama dalam shalatnya hingga tidak terasa kedua kakinya bengkak.

Baca Juga

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah berkata:

إن في الدنيا جنة من لم يدخلها لم يدخل جنة الآخرة

“Sesungguhnya di dunia terdapat surga, barangsiapa yang tidak memasukinya, ia tidak akan masuk surga akhirat.”

Seorang ulama salaf berkata, “Orang-orang miskin di dunia itu adalah orang-orang yang meninggalkan dunia ini namun tidak pernah merasakan sesuatu yang paling lezat.” Ditanyakan, “Apa sesuatu yang paling lezat di dunia itu?” “Mencintai Allah, mengenal-Nya, berdzikir kepada-Nya atau yang sepertinya.” (Al Waabilu Asy Shayyib, hal. 81-82)

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam juga menjelaskan, bahwa ketaatan memiliki rasa yang lezat yang akan dirasakan oleh seorang mukmin.

ثلاث من كن فيه وجد حلاوة الإيمان: أن يكون الله و رسوله أحب إليه مما سواهما، وأن يحب المرء لا يحبه إلا لله، وأن يكره أن يعود في الكفر كما يكره أن يلقى في النار

“Tiga hal, barangsiapa yang berada di dalamnya, ia akan mendapatkan manisnya iman; Allah dan rasul-Nya lebih ia cintai dari selain keduanya, mencintai seseorang karena Allah dan benci untuk kembali kepada kekafiran sebagai mana ia benci dilemparkan ke neraka.” (HR Bukhari Muslim)

Jika demikian, maka setiap hamba seharusnya berupaya untuk meraih kelezatan dalam beribadah, kenikmatan saat mentaati-Nya dan kebahagiaan ketika beramal. Berikut adalah beberapa cara untuk meraihnya:

Pertama: Bermujahadah; yaitu bersungguh-sungguh melawan diri dalam mengerjakan ketaatan hingga ketaatan itu semakin ringan dan menjadi biasa. Ketaatan membutuhkan upaya dan kesungguhan pada awalnya. Jika seorang hamba benar-benar mengerahkan upayanya disertai dengan tekad yang kuat dan sabar, maka ia selanjutnya ia akan meraih kelezatan dalam mengerjakan ibadah dan ketaatan tersebut.

Kedua: Menjauhi maksiat. Kemaksiatan adalah sesuatu yang akan menghalangi hati dari kelezatan beribadah karena maksiat akan membuat hati menjadi keras dan kering. Sebagian salaf berkata, “Tidak lah Allah menimpakan suatu hukuman yang lebih besar dari kerasnya hati.”

Ibnul Qayyim rahimahullah berkata, “Semakin banyak dosa, akan kian parah rasa tak enak dalam hati. Kehidupan paling pahit adalah kehidupan yang dijalani mereka, dan kehidupan yang paling indah adalah kehidupan yang dijalani oleh orang-orang yang hatinya penuh suka cita. Jika orang yang berakal mengamati dan membandingkan antara lezatnya maksiat dengan rasa khawatir dan tak enak hati yang akan ditimbulkannya, ia akan mengetahui sungguh buruk keadaannya dan sungguh besar kerugiannya. Karena ia berarti menjual kelezatan taat dan kenyamaan yang ada di dalamnya dengan kemaksiatan dan rasa gelisah serta keburukan yang ditimbulkannya.”

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullah berkata, “Barangsiapa yang tidak merasakan manisnya beramal dalam hati dan kelapangan, maka curigailah amal tersebut. Karena sesungguhnya Rabb Mahamembalas. Maksudnya, Allah akan senantiasa memberi ganjaran atas orang yang beramal di dunia dengan memberinya kelezatan, kepalangan hati dan kenikmatan. Jika ia tidak mendapatkan itu semua, maka berarti amalnya disusupi.”

Sufyan Ats Tsauri rahimahullah berkata, “Aku terhalangi dari qiyamul lail karena satu dosa yang aku perbuat.”

Ketiga: Tidak berlebih-lebihan dalam hal makanan, minuman, berbicara dan melihat. Hendaknya seorang muslim makan dan minum untuk memenuhi kebutuhannya dalam menunaikan ibadah dan bekerja, serta tidak berlebih-lebihan. Allah berfirman (yang artinya),

“Makan dan minumlah, dan janganlah berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berlebih-lebihan.” (QS. Al A’raf [7]: 31)

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Tidaklah seorang anak Adam mengisi sampai penuh suatu wadah yang lebih buruk dari perutnya. Cukuplah seorang anak Adam itu makan untuk menegakkan tulang belakangnya. Jika tidak, maka buatlah sepertiga untuk makanannya, sepertiga untuk minumannya dan sepertiga untuk nafasnya.” (HR. Tirmidzi, hadis hasan shahih)

Seorang salaf berkata, “Istirahat hati dengan sedikit dosa, istirahat perut dengan sedikit makanan dan istirahat lisan dengan sedikit bicara.”

Keempat: Selalu menghadirkan bahwa ibadah yang dilakukannya itu merupakan ketaatan yang dicintai dan diridhai oleh Allah. Ibadah-ibadah itu akan semakin mendekatkan dirinya kepada Allah.

Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, Allah berfirman, “Barangsiapa yang menyakiti wali-Ku, aku akan memeranginya. Tidaklah seorang hamba-Ku mendekatkan dirinya kepada-Ku dengan sesuatu yang lebih Aku cintai dari perbuatan yang Aku telah wajibkan. Dan jika hamba-Ku terus mendekatkan diri kepada-Ku dengan amalan-amalan sunnah, maka Aku akan mencintainya. Jika Aku telah mencintainya, maka Aku akan menjadi telinganya yang dengannya ia mendengar, menjadi matanya yang dengannya ia melihat, menjadi tangannya yang dengannya ia berbuat dan menjadi kakinya yang dengannya ia melangkah. Jika ia meminta kepada-Ku Aku akan memberinya, jika ia memohon perlindungan-Ku Aku akan melindunginya. Dan tidaklah Aku ragu untuk mengerjakan suatu perbuatan seperti ragunya diri-Ku untuk mengambil nyawa seorang mukmin, ia tidak suka dengan kematian, sementara Aku tidak suka untuk menyakitinya.” (HR Bukhari)

Kelima: Menyadari bahwa ibadah-ibadah ini akan langgeng dan tidak akan binasa sebagaimana segala keindahan dunia berupa harta benda, kedudukan dan semua kelezatannya. Seorang hamba akan mendapatkan buah dari ibadah-ibadahnya baik di dunia, sebelum di akhirat yang lebih besar. Jika ia senantiasa menghadirkan dan menyadari hal ini dalam hatinya, maka ia tidak akan peduli dengan dunia yang luput darinya, serta bahagia dengan ibadah-ibadahnya dan ia pun akan merasakan kelezatannya.

“Dan Barangsiapa mengerjakan amal-amal yang saleh dan ia dalam Keadaan beriman, Maka ia tidak khawatir akan perlakuan yang tidak adil (terhadapnya) dan tidak (pula) akan pengurangan haknya.” (QS. Thaha [20]: 112)

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Akan merasakan lezatnya iman, orang yang ridha Allah sebagai Tuhannya, Islam sebagai agamanya dan Muhammad sebagai rasul.” (HR Muslim)

Wallahu ‘alam